Latar Belakang
Daging merupakan produk peternakan yang mengandung protein yang diperlukan tubuh. Protein dalam daging tidak dapat digantikan dengan protein lainnya. Daging tentulah disukai semua orang dan menjadi hidangan ekslusif ketika dihidangkan di meja.
Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan (terutama daging) merupakan suatu peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, terutama daging, dari mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap mendorong untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari dari daging segar seperti diolah menjadi sosis, dendeng, kornet dan abon.
Dendeng merupakan salah satu cara pengawetan daging secara tradisional yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dendeng diolah dengan menambahkan bumbu berupa rempah-rempah dan dikeringkan baik menggunakan bantuan sinar matahari ataupun dengan oven. Dendeng biasanya disajikan dengan cara digoreng dan biasanya ditambahkan bumbu lainnya untuk meningkatkan citarasa dari dendeng tersebut.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas dan daya suka dari dendeng slice dan dendeng giling.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Sapi
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.
Dendeng
Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu. Menurut SNI 01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasioanal, 1992), dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan semi basah karena dendeng memiliki kadar air yang berada dalam kisaran kadar air bahan pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran suatu bahan pangan ang pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat air yang dapat menurunkan daya ikat air produk, sehngga pertumbuhan mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996). Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air antar 0,6 sampai 0,91 (Salguero et al, 1994). Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari cara pembuatanya, dendeng dikelompokan menjadi dendeng iris (slicer) dan giling. Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng alah daging, gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%), bawang putih (2%), sendawa (0,2%), lengkuas (1%), dan jinten (1%) (Hadiwiyoto, 1994). Selama pembuatan dan pengeringan akan terjadi pula pembentukan komponen-komponen citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih sedap.
Bumbu
Garam
Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang cukup, garam dapat menyebabkan autolysis dan pembusukan serta plasmolisis pada mikroba. Garam meresap kedalam jaringan daging sampai tercepai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging (Soeparno, 1994). Selain sebagai penghambat bakteri, garam juga dapat merangsang cita dan penambahan rasa enak pada produk.
Gula Merah
Penambahan gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk (Bailey, 1998). Penambahan gula merah pada abon membuat flavor abon yang khas dan disukai banyak konsumen karena rasa manisnya. Selain itu, gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus membrane dan mengalir ke larutan gula, yang disebut osmosis dan mentebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat (Winarno et al, 1984).
Bawang Putih
Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau jika belum dimemarkan dan dipotong-potong (Farrell, 1990). Bawang ptuih dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif alicin yang sangat efektif terhadap bakteri, selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).
Bawang Merah
Bawang merah digunakan untuk bahan bumbu dapur dan sebagai penyedap rasa dalam masakan. Selain itu bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat tradisional karena memiliki efek antiseptik dari senyawa ailin. Senyawa tersebut diubah menjadai asam piruvat, ammonia, dan alicin antimikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).
Ketumbar
Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bualat dan berwaarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap di mulut (Farrell, 1990). Ketumbar memiliki aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).
Jahe
Jahe memiliki aroma yang harum dan rasa yang pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, diantaranya zingberene, curcumine, philandren, dan sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran terhadap bahan pangan.
Lengkuas
Lengkuas memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran, yaitu kecil dan besar. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galang, galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya dengan menggunakan energi panas (Winarno et al, 1984). Prisip pengeringan yaitu mengurangi kadar air bahan sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume menjadi lebih kecil, berat bahan berkurang. Kerugian yang terjadi yaitu perubahan sifat fisik dan kimia dari suatu produk. Teknik-teknik pengawetan dengan pengeringan menyangkut: 1) Pembatasan aktivitas air dengan pengeringan; 2) Penggunaan garam dan gula untuk mengendalikan kegiatan air lebih lanjut dan berfungsi sebagai penghambat selektif terhadap kegiatan enzim dan mikroorganisme; 3) Penggunaan bumbu-bumbu untuk membatasi perkembangan selanjutnya dari mikroorganisme dan untuk memberikan rasa yang khas (Buckle et al., 1987). Pengeringan juga berperan dalam menciptakan tekstur dan kekenyalan yang khas pada dendeng.
Gaman dan Sherington (1992) menambahkan bahwa hal yang penting dalam pengeringan adalah suhu yang digunakan hendaknya jangan terlalu tinggi, karena akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada pangan. Demikian juga panas yang berlebihan dapat menyebabkan case hardening, yaitu suatu keadaan dibagian luiar (permukaan) pangan menjadi keriput dan keras, sedangkan air terperangkap didalamnya (bagian dalam masih basah). Cara mencegah case hardening adalah dengan membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat. Pengeringan dapat dilakukan dengan mengunakan suatu alat pengering (artificial drier) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat dan kebersihan dapat diawasi dengan sebaik-baiknya.
MATERI DAN METODA
Materi
Bahan :
- Daging sapi : 1 Kg
- Gula merah : 250 gram
- Garam : secukupnya
- Lada : 5 gram
- Bawang merah : 5 siung
- Bawang putih : 3 siung
- Lengkuas : 1 sendok makan
- Air asam jawa : 2 sendok makan
- Ketumbar : 3 sendok makan
Alat :
- Timbangan
- pisau
- Baskom plastik
- Food prosesor
- Talenan
- Ulekan penghalus bumbu
- Slicer
- Loyang
- Oven
Metoda
Hal yang pertama kali dilakukan adalah membersihkan daging sapi yang akan dipakai untuk pembuatan dendeng. Selanjutnya untuk dendeng yang dibuat secara slice dengan menggunakan slicer dengan ketebalan 3 mm dan untuk dendeng yang digiling dengan menggunakan food prosesor. Haluskan semua bumbu dan campurkan ke dalam irisan daging atau daging giling.
Daging yang sudah dibaluri dengan bumbu ditempatkan di dalam loyang yang terlebih dahulu dialasi dengan plastik. Untuk dendeng yang digiling, masukan adonan daging dan bumbu dan ratakan. Pastikan adonan tidak terlalu tebal untuk mengindari adanya jamur dan waktu pengeringan yang semakin lama. Selanjutnya dendeng yang sudah disusun dalam loyang dioven selama 3 x 24 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Uji hedonik dendeng sapi
Sampel | Penampakan umum | Rasa | Warna | Tekstur |
Dendeng slice | 2 | 2 | 2 | 2 |
Dendeng giling | 2 | 2 | 2 | 2 |
2 = suka
3 = netral
4 = tidak suka
5 = sangat tidak suka
Tabel 2. Rendemen dendeng sapi
Kelompok | Bobot awal | Bobot akhir | Rendemen (%) |
1 | 400 | 220,5 | 55.125 |
2 | 400 | 212 | 53 |
3 | 400 | 224,7 | 56 |
4 | 400 | 324 | 80,9 |
5 | 400 | 199,9 | 49.975 |
Dendeng merupakan salah satu bentuk hasil olahan pengawetan daging secara tradisional dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu. Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari cara pembuatanya, dendeng dikelompokan menjadi dendeng iris (slicer) dan giling. Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng alah daging, gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%), bawang putih (2%), sendawa (0,2%), lengkuas (1%), dan jinten (1%) (Hadiwiyoto, 1994). Selama pembuatan dan pengeringan akan terjadi pula pembentukan komponen-komponen citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih sedap.
Berdasarkan hasil pengamatan, antara dendeng yang dibuat dengan di slice atau digiling sama-sama disukai dan dapat diterima oleh para penelis. Baik dendeng yang dislice ataupun digiling memiliki karakter warna coklat kehitaman dan menjadi lebih gelap setelah mengalami proses penggorengan. Hal ini disebabkan karena ada reaksi gula terhadap panas yang mengakibatkan warna dendeng menjadi lebih gelap. Untuk dendeng yang dislice, tekstur dari dendeng yang dihasilkan masih memiliki serat daging sehingga tekstur yang dihasilkan menjadi agar lebih kasar. Sementara itu, pada dendeng yang digiling tekstur yang dihasilkan cenderung lebih lembut dibandingkan dendeng slice karena adanya proses penggilingan daging.
Secara keseluruhan, baik dendeng yang dibuat dengan diiris maupun digiling memilki penampakan umum yang baik. Jika dilihat selintas perbedaan antara dendeng slice dan dendeng giling tidak begitu nampak. Penggunaan bumbu rempah-rempah Indonesi membuat dendeng mempunyai aroma yang khas. Karakteristik manis dari dendeng sendiri ditimbulkan dari penambaha gula sebesar 25% yang bertujuan selain untuk penambah citarasa juga sebagai komponen pengawetan dari dendeng tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pengamatan mengenai dendeng sapi yang telah dibuat maka dapat disimpulkan pengolahan dendeng baik dengan cara di slice maupun di giling tidak menunjukan perbedaan yang mencolok terhadap produk akhir yang dihasilkan. Dendeng yang dibuat dapat diterima dengan baik oleh para panelis yang dikarenakan rasa, aroma, warna sesuai dengan preperensi dari para panelis.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bailey, M.E. 1998. Maillard reaction and meat flavour development. Dalam : F. Shahidi (Ed). Flavour of Meat Product and Seafood. 2nd Ed. Blackie Academic and Profesional, New York.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan. H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasoning. 2nd Ed. Van Nostrand Reinhold, New York.
Forrest,J.E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D.Judge and R.A. Merkell. 1975. Principle of Meat Scienc. W.H. Freeman and Co.,San Fransisco.
Gaman, P. M. Dan K. B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan : M. Gardjito, S. Naruki, A. Murdiati dan Sardjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi Pengolahan Dendeng dengan Oven Pengering Rumah Tangga. Buletin Peternakan. 18: 119-126.
Irene, R.E.1994. Sorpsi isotermis dendeng sapi giling. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Muchtadi, D., Nurheni, SP., Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. PAU pangan dan Gizi IPB Bogor.
Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Palungkun , R. dan A. Budhiarti. 1995. Bawabg Putih Dataran Randah. P. T. Penebar Swadaya, Jakarta.
Purnomo, H. 1996. Dasar – dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Grasindo, Jakarta
Rismunandar. 1998. Rempah-rempah : Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar Baru, Bandung
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah : Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Kanisius, Jakarta.
Salguero, J. F., R. Gornez, M. A. Carmona. 1994. Water Activity of Spanish Intermediate-moisture Meat Products. Meat sci. 38: 341-346.
Soekarto, S. T. 1990. Dasar – dasar Pengawasan dan Standardisasi Mutu Pangan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G. , S.Fardiaz dan D. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. P. T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar