Fluktuasi harga pakan ternak di Indonesia tidak terlepas dari nilai tukar rupiah yang tidak stabil. Di sisi lain, Indonesia masih tergatung pada bahan baku impor. Salah satunya adalah tepung ikan. Menurut data yang bersumber dari Departemen Kelautan dan Perikanan, impor tepung ikan mencapai 5,4 juta kg dan tepung udang 3,4 juta kg.
Limbah ikan di Indonesia belum dimanfaatkan, bahkan menjadi sumber masalah. Onggokan tulang, kepala dan isi perut ikan terlihat menggunung di salah satu sudut kampung nelayan Muara Angke, Jakarta Utara. Sepintas, benda tersebut terlihat kotor dan tak berguna. Namun sesungguhnya produk ini menyimpan potensi besar untuk dibisniskan. Salah satunya telah dilakukan oleh Nurimin.
Tepung tulang ikan digunakan sebagai bahan baku racikan pakan ternak. Kebutuhan tulang ikan tergolong tinggi. Pasalnya, tepung tulang ikan menjadi sumber mineral juga protein bagi hewam ternak yang mengonsumsinya. Sekitar 20% dari bahan baku pakan ternak bersumber dari tulang ikan. Ternak yang membutuhkan tepung ikan yaitu ikan lele, ayam, babi, dan bebek.
Sumber protein
Nurimin mengumpulkan bahan baku dari para nelayan dan industri pengasinan ikan laut di sekitar tempat tinggalnya. Produk tepung ikan mengandung protein, mineral, dan vitamin B. Protein tersebut terdiri dari asam amino yang tidak terdapat dalam tumbuhan . Kandungan gizi yang lengkap dalam tepung tulang ikan dapat meningkatkan produksi dan nilai gizi telur, daging ternak dan ikan.
Industri pembuatan tepung ikan sangat sederhana, dan bermodal kecil. Sehingga cocok diterapkan untuk industri berskala kecil. Nurimin memulai usaha ini sejak tahun 1997. Modal awal yang digunakan sebesar Rp 8 juta. Uang sebanyak itu digunakan untuk membeli peralatan dan bahan baku. Limbah ikan dibeli seharga Rp 10.000 / keranjang. 1 Keranjang bisa menghasilkan 10 kg tulang ikan kering. Produk tulang kering dijual seharga Rp 3000 / kg . Dalam kurun waktu 1 minggum Nurimin bisa menjual tepung ikan sebanyak 2 – 3 ton. Namun saat musim paceklik tiba, ia hanya bisa menjual 1 ton tepung ikan. Musim ini berlangsung pada kisaran Bulan Januari – Februari.
Bisnis pengolahan limbah ikan yang ia tekuni rutin memberikan omzet sebesar Rp 6 – 9 juta / bulan. Sedangkan untung bersih yang bisa dicapai berkisar antara Rp 3,2 – 4 juta / bulan. Tepung tulang ikan dijual kepada pengepul. Mereka mendatangi langsung tempat usaha Nurimin. Umumnya para pengepul itu berasal dari luar kota. Diantaranya yaitu: Surabaya , Muncar, Bali, Indramayu, Cirebon, dan Bogor. “Khusus pengepul Bogor minta tulang kering siap giling,” papar pria berusia 30 tahun itu. Pemesanan bisa dilakukan melalui telepon. Barang akan dikirim bila uang sudah ditransfer kepada Nurimin.
Direbus 1 jam
Ada 2 cara yang umum dilakukan untuk membuat tepung ikan. Cara yang paling sederhana yaitu dilakukan melalui penjemuran di bawah sinar matahari. Metode ini di beberapa wilayah masih digunakan. Cara modern dilakukan melalui proses pengepresan, dan penggilingan. Sebagian besar proses pembuatan tepung ikan melalui tahap pemanasan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan.Bahan baku dibedakan menjadi 3 kategori. Yaitu : limbah ikan yang berasal dari industri pengalengan, ikan kurus atau ikan kecil. Misalnya : teri. Ikan gemuk, misalnya : ikan Petek . Bahan limbah dipotong kecil-kecil dalam bak pencucian dengan air yang mengalir. Setelah itu dilakukan penggaraman selama 30 menit. Khusus untuk ikan gemuk tambahkan air hingga terendam lalu direbus selama 1 jam. Sedangkan ikan kurus dikukus dalam dandang selama 30 menit.
Pemanasan atau perebusan bertujuan untuk menghilangkan lemak atau minyak yang maih tersisa. Minyak dan air kandungannya semakin diminimalkan melalui proses pengepresan. Perebusan dilakukan menggunakan drum bekas yang telah dibelah. Sementara itu, bahan bakar yang digunakan yaitu kayu. Proses perebusan dilakukan selama 15 – 20 menit. Dengan suhu berkisar antara 95 – 100°C.
Pemanasan yang kurang lama dan suhu tidak mencukupi membuat hasil penggilingan tidak memuaskan. Kandungan lemak masih terlalu tinggi serta tekstur tulang masih terlalu keras. Kandungan lemak yang terlalu banyak bisa membuat produk yang dihasilkan rawan terkontaminasi bakteri dan jamur. Sementara itu, pemanasan yang terlalu lama bisa membuat ikan menjadi terlalu halus saat digiling.
Ikan yang sudah matang lalu dipres. Agar lebih kering, bisa dilanjutkan dengan proses penjemuran lalu penggilingan. Penggilingan bertujuan untuk memecahkan partikel-partikel ikan yang masih menggumpal. Setelah direbus, ikan lalu dijemur di bawah terik sinar matahari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air. Menurun penuturan Nurimin, ada 2 kategori tulang ikan yang dipesan berdasarkan kandungan air. Yaitu, tulang kering 50% dan tulang kering 90 – 100%. “Bedanya cuma harganya. 50% disenangi karena harganya lebih murah. Selisihnya berkisar antara Rp 500 – 1.000/ kg,” tutur Pria asal Banten tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar